Berita Terbaru

Bahas Isu Amandemen ke-5, POSNU Bersama 34 Organisasi Gelar FGD Bersama Ketua DPD RI

JAKARTA, BewaraNews.Com – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Poros Sahabat Nusantara (POSNU) kembali menggelar webinar seri 2 dalam kegiatan “Pesantren Bhineka Tunggal Ika”, serta berkolaborasi bersama 34 organisasi yang tersebar di seluruh derah di Indonesia dan masyarakat sipil untuk persaudaraan dan perdamaian.

Webinar ini berlangsung dalam momentum Hari Sumpah Pemuda yang bertemakan “Pemuda Memahami Kebutuhan Negara Dalam Konteks Amandemen Konstitusi” dengan Keynote Speaker Aa Lanyala Mahmud Mattalitti (Ketua DPD RI) dan Narasumber Ferdinand Hutahean (Aktifis sosial, politik, dan Hukum Nasional) serta M. Rodli Kaelani (Sekjend DKN Garda Bangsa), dan dimoderatori oleh Eko Agus Purwanto (DAMAR Institut), Minggu, 31 Oktober 2021, pukul 13:00 s/d 15:00 WIB, Via Zoom Meeting.

Kegiatan ini turut dihadiri oleh 34 organisasi dan masyarakat sipil, yakni DAMAR Institut, FORMULA JAWA BARAT (Forum Generasi Muda Lintas Agama Jawa Barat), Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI), PMII Kab. Cilacap (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GPS (Gerakan Peduli Sesama), MA Islamiyah, SEMARAC Jakarta Raya (Sedulur Mahasiswa Rantau Cilacap Jakarta Raya), EPISTM (Economy Policy Study Room), FKPJ Kab. Garut (Forum Komunikasi Pemuda Jawa Barat), Puan Cilacap (Komunitas Perempuan Cilacap), PMII Kab. Garut (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), Pemuda Muslimin Indonesia, Fatayat NU, PUNGKAS (Pusat Pengkajian Strategis), DUPA INSTITUT (Dialektika University Off  Political Action), KORDA JPPR Cianjur, Yayasan Bumi Tulung, LITRASI (Lingkar Studi Moderasi), PSHW Ranting Karanganyar-Ngawi, MATA GARUDA NTB (Forum Kebijakan Publik, Peduli Pembangunan & Pendidikan), Pemuda Peduli Yatim Kp. Kirabun, Lembaga Bakti Selaparang, GSPP (Generasi Solidaritas Pemuda Pulo), KORAN (Komunitas Remaja Toleran), Banjar Institut, GEMASABA (Gerakan Mahasiswa Sayu Bangsa), LKA (Lembaga Kajian Anggaran), Gerakan Generasi Remaja, IGET (Inisiasi Gerakan Tuberculosis), Pergerakan Republik, Mubarok Centre, RMI (Rabithah Ma’had Islamiyah), FKUB Purwokerto.

Dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia ada empat macam Undang-Undang yang pernah berlaku, yaitu pada periode 18 Agustus 1945-27 Desember 1949 (Penetapan Undang-Undang Dasar 1945), Periode 27 Desember 1949-17 Agustus 1950 (Penetapan konstitusi Republik Indonesia Serikat), periode 17 Agustus 1950-5 Juli 1959 (Penetapan Undang-Undang Dasar Sementara 1950), periode 5 Juli 1959-sekarang (Penetapan Berlakunya Kembali Undang-Undang Dasar 1945).

Sejak berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945, sejarah mencatat bahwa Indonesia pada tahun 1999 hingga 2002 telah mengalami 4 kali amandemen konstitusi yang dilatar belakangi oleh momentum konstitusional pada masa reformasi.

Isu amandemen kembali terjadi pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namaun isu amandemen ini kembali redup. Setelah pesta demokrasi pada tahun 2019 silam, isu amandemen ini kembali mencuat kepermukaan dan sampai saat ini masih ramai diperbincangkan.

Ketua DPP POSNU, Elina Dian Karmila dalam sambutannya mengatakan, webinar seri 2 dalam kegiatan “Pesantren Bhineka Tunggal Ika” yang mengangkat tema tentang “Pemuda Memahami Kebutuhan Negara Dalam Konteks Amandemen Konstitusi” merupakan respon POSNU bersama 34 organisasi dan masyarakat sipil atas isu amandemen ke-5 yang saat ini ramai diperbincangkan.

“Sehingga perlu adanya ruang-ruang intelektual bagi anak muda untuk mengukur sebarapa urgent amandemen konstitusi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini,” ujarnya.

Aa Lanyala Mahmud Mattalitti sebagai Keynote Speaker dalam webinar ini menyampaikan, saat ini adalah waktu yang tepat untuk malukakan amandemen konstitusi ke-5, agar roadmap yang telah disusun oleh pemerintah dalam menghadapi momentum Indonesia Emas 2045.

“Adanya ambang batas pencalonan melalui sistem presidensial threshod melahirkan polarisasi dalam sistem demokrasi kita. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum baginya tak cukup untuk menghapus atau menghilangkan polarisasi tersebut,” ujarnya.

“Selain itu, sistem ekonomi yang disusun oleh para pendiri bangsa kini jauh dari realita. Semuanya diserahkan pada mekanisme pasar, yang berimbas pada kurang lebih hanya 2% masyarakat Indonesia yang menguasai 40% kekayaan Indonesia, meski awalnya berazaskan kekeluargaan, ekonomi pancasila serta koprasi,” pungkasnya.

Ferdinand Hutahean selaku politisi dan juga narasumber dalam kegiatan ini menyampaikan, amandemen konstitusi seharusnya lahir atas dasar kepentingan rakyat. Tidak boleh lahir hanya pada kebutuhan elit politik semata. Karena jika hal ini lahir dari tubuh elit politik saja dikhawatirkan hanya akan membuka kran kepentingan bagi para elit, dan bukan berdasarkan pada kebutuhan dan kepentingan rakyat Indonesia.

“Sehingga kita perlu melihat sejauh apa amandemen ini memiliki value untuk rakyat Indonesia. Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa seharusnya pancasila dijadikan sebagai sublemasi dalam hidup berbangsa dan bernegara,” ujarnya.

Senada dengan apa yang telah disampaikan, M. Rodli Kaelani juga menuturkan, amandemen konstitusi ini harus dlihat secara Universal, bukan sebagai puzzle yang disusun hanya untuk kepentingan elit semata. Baginya, saat ini MPR, DPD, DPR, serta Pemerintah tidak perlu melakukan amandemen konstitusi.

“Harusnya negara hadir untuk memastikan bahwa setidaknya, ada tiga hal yang perlu dilakukan terhadap para pemuda, yang pertama generasi muda memiliki masa depan yang cerah. Kedua, estafeta kepemimpinan yang sehat dan berkualitas, dan ketiga, kesiapan pemuda dalam menghadapi musuh yang semakin absurd. Karena saat ini kita sulit untuk membedakan yang mana dunia nyata dan mana dunia maya. Mengingat saat ini Indonesia akan menghadapi bonus demografi dimana peran anak muda sangat dibutuhkan untuk menentukan arah Indonesia lebih baik,” tuturnya. (*/red)

Previous
« Prev Post
Show comments
Hide comments

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *