Berita Terbaru

Roehana Koeddoes, Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia ini Kakak Tiri Soetan Sjahrir

SERANG, BewaraNews.Com – Google Doodle hari ini, Senin, 08 November 2021, menampilkan sosok seorang wanita. Dia adalah Roehana Koeddoes, wartawan perempuan pertama yang jadi pahlawan nasional.

Diketahui, Roehana Koeddoes yang kini dikenal sebagai pahlawan nasional, diberi penganugerahan gelar di Istana Negara pada Jumat, 08 November 2021 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Penganugerahan gelar pahlawan nasional bagi Roehana Koeddoes sendiri diputuskan antara Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan dengan Presiden.

Roehana Koeddoes pernah dua kali diusulkan Pemprov Sumbar sebagai pahlawan nasional dari provinsi itu dan terakhir diusulkan pada 2018, meski sudah memenuhi syarat namun belum beruntung ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

Siapa Roehana Koeddoes?

Roehana Koeddoes merupakan wartawan perempuan di Sumbar, lahir di Koto Gadang, Kecamatan Ampekkoto pada 20 Desember 1884 dan meninggal di Jakarta pada 17 Agustus 1972 pada usia 87 tahun.

Ia hidup pada zaman yang sama dengan Kartini, di mana akses perempuan untuk mendapat pendidikan yang baik sangat dibatasi. Ia adalah pendiri surat kabar perempuan pertama di Indonesia.

Saat Belanda meningkatkan tekanan dan serangannya terhadap kaum pribumi, Roehana bahkan turut membantu pergerakan politik dengan tulisannya yang membakar semangat juang para pemuda.

Kiprahnya di dunia jurnalistik dimulai dari surat kabar Poetri Hindia pada 1908 di Batavia yang dianggap sebagai koran perempuan pertama di Indonesia. Roehana pun mempelopori berdirinya dapur umum dan badan sosial untuk membantu para gerilyawan. 

“Keinginanku sebenarnya bukanlah sekadar meminta ruangan kaum ibu dalam surat kabar Oetoesan Melajoe yang Bapak pimpin, tetapi... pernerbitan yang istimewa untuk kaum perempuan...saya akan usahakan penulis-penulis perempuan lainnya, supaya benar-benar surat kabar itu merupakan suara kaum perempuan.”-Roehana Koeddoes

Kutipan kalimat dari percakapan Rohana Koeddoes dengan Soetan Maharaja tersebut mengantarkan Rohana menjadi jurnalis dan pendiri surat kabar perempuan pertama di Indonesia.

Eksistensi Rohana sekaligus menjadi sejarah, tonggak awal kehadiran perempuan dalam praktik jurnalistik. Emansipasi perempuan yang diperjuangkan Rohana Koeddoes seakan mencapai titik terangnya sekarang.

Kini, makin banyak jurnalis perempuan turun lapangan guna mencari berita.

Melansir Wikipedia, Pada 1911, Ruhana mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) di Koto Gadang. Sembari aktif di bidang pendidikan yang disenanginya, Ruhana menulis di surat kabar perempuan, Poetri Hindia.

Ketika dibredel pemerintah Belanda, Ruhana berinisiatif mendirikan surat kabar, bernama Sunting Melayu, yang tercatat sebagai salah satu surat kabar perempuan pertama di Indonesia.

Rohana lahir dari ayahnya yang bernama Mohamad Rasjad Maharadja Soetan dan ibunya bernama Kiam.

Roehana Koeddoes adalah kakak tiri dari Soetan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia yang pertama dan juga mak tuo (bibi) dari penyair terkenal Chairil Anwar. Dia juga sepupu H. Agus Salim.

Roehana Koeddoes adalah seorang perempuan yang mempunyai komitmen yang kuat pada pendidikan terutama untuk kaum perempuan.

Pada zamannya Roehana Koeddoes termasuk salah satu dari segelintir perempuan yang percaya bahwa diskriminasi terhadap perempuan, termasuk kesempatan untuk mendapat pendidikan adalah tindakan semena-semena dan harus dilawan.

Dengan kecerdasan, keberanian, pengorbanan serta perjuangannya Roehana Koeddoes melawan ketidakadilan untuk perubahan nasib kaum perempuan.

Walaupun Roehana Koeddoes tidak bisa mendapat pendidikan secara formal namun ia rajin belajar dengan ayahnya, seorang pegawai pemerintah Belanda yang selalu membawakan Roehana Koeddoes bahan bacaan dari kantor.

Keinginan dan semangat belajarnya yang tinggi membuat Roehana Koeddoes cepat menguasai materi yang diajarkan ayahnya.

Dalam Umur yang masih sangat muda Roehana Koeddoes sudah bisa menulis dan membaca, dan berbahasa Belanda.

Selain itu ia juga belajar abjad Arab, Latin, dan Arab-Melayu.

Saat ayahnya ditugaskan ke Alahan Panjang, Roehana Koeddoes bertetanga dengan pejabat Belanda atasan ayahnya. Dari istri pejabat Belanda itu Roehana Koeddoes belajar menyulam, menjahit, merenda, dan merajut yang merupakan keahlian perempuan Belanda.

Disini ia juga banyak membaca majalah terbitan Belanda yang memuat berbagai berita politik, gaya hidup, dan pendidikan di Eropa yang sangat digemari Roehana Koeddoes.

Berbekal semangat dan pengetahuan yang dimilikinya setelah kembali ke kampung dan menikah pada usia 24 tahun dengan Abdul Kudus yang berprofesi sebagai notaris.

Roehana Koeddoes mendirikan sekolah keterampilan khusus perempuan pada tanggal 11 Februari 1911 yang diberi nama Sekolah Kerajinan Amai Setia.

Di sekolah ini diajarkan berbagai keterampilan untuk perempuan, keterampilan mengelola keuangan, tulis-baca, budi pekerti, pendidikan agama dan Bahasa Belanda.

Banyak sekali rintangan yang dihadapi Roehana Koeddoes dalam mewujudkan cita-citanya.

Jatuh bangun memperjuangkan nasib kaum perempuan penuh dengan benturan sosial menghadapi pemuka adat dan kebiasaan masyarakat Koto Gadang, bahkan fitnahan yang tak kunjung menderanya seiring dengan keinginannnya untuk memajukan kaum perempuan.

Namun gejolak sosial yang dihadapinya justru membuatnya tegar dan semakin yakin dengan apa yang diperjuangkannya.

Banyak petinggi Belanda yang kagum atas kemampuan dan kiprah Roehana Koeddoes.

Selain menghasilkan berbagai kerajinan, Roehana Koeddoes juga menulis puisi dan artikel serta fasih berbahasa Belanda. Tutur katanya setara dengan orang yang berpendidikan tinggi, wawasannya juga luas.

Kiprah Roehana Koeddoes menjadi topik pembicaraan di Belanda.

Berita perjuangannya ditulis di surat kabar terkemuka dan disebut sebagai perintis pendidikan perempuan pertama di Sumatra Barat.

Roehana Koeddoes menghabiskan waktu sepanjang hidupnya dengan belajar dan mengajar.

Mengubah paradigma dan pandangan masyarakat Koto Gadang terhadap pendidikan untuk kaum perempuan yang menuding perempuan tidak perlu menandingi laki-laki dengan bersekolah segala.

Namun dengan bijak Roehana Koeddoes menjelaskan “Perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki.

Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan kewajibanya. Yang harus berubah adalah perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakukan yang lebih baik.

Perempuan harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan.

Emansipasi yang ditawarkan dan dilakukan Roehana Koeddoes tidak menuntut persamaan hak perempuan dengan laki-laki namun lebih kepada pengukuhan fungsi alamiah perempuan itu sendiri secara kodratnya.

Untuk dapat berfungsi sebagai perempuan sejati sebagaimana mestinya juga butuh ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk itulah diperlukannya pendidikan untuk perempuan.

Saat Belanda meningkatkan tekanan dan serangannya terhadap kaum pribumi, Roehana Koeddoes bahkan turut membantu pergerakan politik dengan tulisannya yang membakar semangat juang para pemuda.

Roehana Koeddoes pun mempelopori berdirinya dapur umum dan badan sosial untuk membantu para gerilyawan.

Dia juga mencetuskan ide bernas dalam penyelundupan senjata dari Kotogadang ke Bukittinggi melalui Ngarai Sianok dengan cara menyembunyikannya dalam sayuran dan buah-buahan yang kemudian dibawa kePayakumbuh dengan kereta api.

Hingga ajalnya menjemput, dia masih terus berjuang.

Termasuk ketika merantau ke Lubuk Pakam dan Medan. Di sana dia mengajar dan memimpin surat kabar Perempuan Bergerak.

Kembali ke Padang, ia menjadi redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan Tionghoa-Melayu di Padang dan surat kabar Cahaya Sumatra.

Perempuan yang wafat pada 17 Agustus 1972 itu mengabdikan dirinya kepada bangsa dan negara, serta menjadi kebanggaan bagi kaum hawa yang diperjuangkannya.

Demikianlah Roehana Koeddoes menghabiskan 88 tahun umurnya dengan beragam kegiatan yang berorientasi pada pendidikan, jurnalistik, bisnis dan bahkan politik.

Kalau dicermati begitu banyak kiprah yang telah diusung Roehana Koeddoes.

Selama hidupnya ia menerima penghargaan sebagai Wartawati Pertama Indonesia (1974), pada Hari Pers Nasionalke-3, 9 Februari 1987, Menteri Penerangan Harmoko menganugerahinya sebagai Perintis Pers Indonesia.

Pada tanggal 6 November 2007 pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Jasa Utama. (*/red)

Previous
« Prev Post
Show comments
Hide comments

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *