Pengembang properti terbesar di negara China jatuh dalam beban
utang yang besar, dan investor kehilangan investasi mereka.
Kondisi ini menyebabkan
banyak proyek konstruksi yang gagal.
Sebenarnya tanda-tanda anjloknya pasar properti China telah muncul
pada Agustus 2021.
Di mana Evergrande Group, pengembang properti terbesar kedua di
China memperingatkan pemerintah provinsi Guangdong bahwa mereka hampir
kehabisan uang dan gagal membayar utang lebih dari USD 300 miliar.
Kegagalan pengembang membuat biaya rumah nasional turun di tengah
perlambatan ekonomi yang meluas.
Mengutip laman Bloomberg, sebuah analisis dari International
Monetary Fund (IMF) menyatakan 45 persen pengembang properti mungkin tidak
dapat menutupi kewajiban utang mereka dengan pendapatan, dan 20 persen dari
mereka dapat menjadi bangkrut jika nilai inventaris mereka sesuai dengan harga
properti saat ini.
Real estate telah menyumbang sekitar seperempat dari output
domestik.
Sehingga, jika gelembung perumahan meledak pasti akan memicu
krisis keuangan yang sulit ditangani pemerintah mana pun.
Untuk mengantisipasi kerugian, bank-bank China telah mulai
memanfaatkan pasar obligasi sebesar 30 persen, dana ini lebih banyak dari tahun
lalu.
Hal ini dilakukan, karena sektor properti menyumbang seperlima
dari PDB China. Sehingga jika tidak diantisipasi dengan baik maka dengan
jatuhnya pasar perumahan China akan memberikan implikasi buruk bagi ekonomi
global serta pertumbuhan domestik China.
Data dari Biro Statistik Nasional China menunjukkan bahwa
pengembangan real estat turun 7,4 persen dari Januari hingga Agustus tahun ini.
Lalu penjualan perumahan komersial hanya mencapai USD 1,19 triliun atau turun
27,9 persen, sementara penjualan properti lainnya turun 30,3 persen. Pada
Agustus, harga rata-rata rumah baru di 70 kota besar China turun 1,3 persen
dibandingkan dengan penurunan pada Juli.
Kebijakan Zero Covid
Dengan kebijakan ini, pemerintah China membuat pergerakan warga
negara terbatas.
Sehingga menyebabkan
pengurangan aktivitas ekonomi dan penjualan properti, serta memperlambat proyek
konstruksi.
Sebagai tanda sejauh mana krisis properti China, Country Garden,
pengembang properti terbesar di China melaporkan bahwa labanya pada paruh
pertama tahun 2022 anjlok sebesar 96 persen.
"Pada tahun 2022, sektor properti menghadapi segudang
tantangan, termasuk ekspektasi pasar yang melemah, permintaan yang lesu dan
jatuhnya harga properti," kata perusahaan itu.
Lebih dari 30 perusahaan properti China telah gagal membayar utang
internasional dan pengembang swasta telah mengeluarkan peringatan kerugian.
Karena tentunya dengan
permasalah pada properti juga akan merambah ke sektor perbankan dan manajemen
aset.
Apalagi dengan jatuhnya renminbi China ( CNY ) ke level terendah
terhadap dolar AS (USD) sejak krisis keuangan 2008 telah menambah tantangan
bagi pengembang properti China, dan penerbit obligasi berdenominasi dolar
terbesar di negara itu.
Perlambatan Ekonomi China
Jatuhnya pasar perumahan China akan berkontribusi pada perlambatan
ekonomi China, yang telah menjadi mesin pertumbuhan global selama lebih dari
satu dekade. Bahkan, Bank Dunia telah menurunkan perkiraan pertumbuhan PDB
China menjadi 2,8 persen pada 2022, itu turun dari 8,1 persen tahun lalu.
Sebagai perbandingan, PDB China tumbuh rata-rata 10,4 persen dari
tahun 2000 hingga 2009.
Dan sebesar 7,7 persen pada
tahun 2010 hingga 2019.
China juga telah menetapkan
target tahun ini sebesar 5,5 persen untuk pertumbuhan PDB. Ini juga yang sudah
merupakan angka terendah dalam tiga dekade.
Pemerintah China mengambil langkah-langkah untuk menstabilkan
pasar properti dengan melakukan berbagai kebijakan mulai dari memotong suku
bunga hipotek, mengurangi uang muka hingga perketatan persyaratan pembelian.
"Krisis real estate akan menekan pertumbuhan ekonomi jika
penjualan rumah tidak meningkat. Stimulus infrastruktur belum berdampak pada
pertumbuhan karena pengeluaran pemerintah daerah telah dibagi antara
penyelesaian rumah yang belum selesai dan investasi infrastruktur," ujar
Kepala Ekonom, Greater China, di bank ING Belanda, Iris Pang.
Trading Economics juga memperkirakan bahwa penjualan rumah baru di
China akan terus menurun untuk sisa tahun ini dan mulai meningkat pada awal
2023. Penjualan diperkirakan mencapai total CNY 6.7 triliun pada akhir kuartal
ini dan naik menjadi sekitar CNY 8 triliun pada tahun 2023 dan CNY 100 triliun
pada tahun 2024.
Sumber:Merdeka.Com
« Prev Post
Next Post »